Skip to main content

Pita Maha



Pita Maha was a Balinese artist association founded on 29 January 1936 in Ubud, Bali. The name “Pita Maha” itself comes from the Kawi language, meaning “Grand Ancestors”. 

This association played an important role in the development of Balinese painting, especially in introducing different styles and movements of Balinese Painting. Pita Maha was initiated by several important figures including Tjokorda Gde Agung Sukawati, I Gusti Nyoman Lempad, Walter Spies, and Rudolf Bonnet. They all had remarkable lives and work, but their stories remain largely unknown to the public. 

The establishment of Pita Maha was driven by several reasons, including: preserving and developing Balinese painting, creating a distinctive identity for Balinese Painting, and bridging the gap between Balinese artists and the outside world. 

Now Pita Maha is no longer as active as it used to be. It’s because after world war II, Bali experienced significant political and social change, affecting artistic activities including Pita Maha. Many founding members of Pita Maha have passed away with subsequent generations not formally continuing the organization. 

Since then however, Balinese art has continued to evolve and change.




Pita Maha merupakan sebuah asosiasi seniman bali yang berdiri pada 29 januari 1936 di Ubud,Bali. Nama “Pita Maha” sendiri berasal dari bahasa Kawi yang berarti “Leluhur yang Agung”. Organisasi ini memiliki peran penting dalam perkembangan seni lukis di Bali. Pita Maha dimulai oleh beberapa tokoh penting antara lain Tjokorda Gde Agung Sukawati, I Gusti Nyoman Lempad, Walter Spies, dan Rudolf Bonnet. Karya-karya beliau sangatlah luar biasa, namun tak banyak juga orang yang mengenal kisah mereka. Alasan didirikannya organisasi ini adalah untuk melestarikan dan mengembangkan seni lukis Bali, menciptakan identitas khas seni lukis Bali, dan menjembatani kesenjangan antara seniman Bali dengan dunia luar. Namun kini Pita maha tidak seaktif dulu. Hal ini dikarenakan oleh beberapa sebab yaitu, setelah perang dunia II, Bali mengalami perubahan politik dan sosial yang cukup signifikan, sehingga mempengaruhi kegiatan kesenian termasuk Pita Maha. Lalu banyak anggota pendiri Pita Maha yang sudah meninggal dunia, dan generasi selanjutnya tidak melanjutkan organisasi formal dan juga kesenian Bali yang terus berevolusi dan berubah, membuat organisasi seperti Pita Maha.




Reference :
https://www.art-from-bali.com/list_kunstenaars_eng_pita_maha.aspx
https://www.thejakartapost.com/news/2016/03/31/romantic-agony-soul-pita-maha.html
https://www.atlantis-press.com/proceedings/iclaac-22/125978253




Popular posts from this blog

Citra Anindyto “Rally” makes his Bali debut with Good Karma

Citra Anindyto “Rally” solo exhibition: Good Karma Photo: Hannah Brigitta On May 24 2024, The Hava Ubud hosted the opening of the 4th solo exhibition of the artist, Rally. Born in Yogya and now living and working in Bali, Citra Anindyto also known as “Rally” showcased 23 artworks in this show titled “Good Karma”.  Displayed over 2 floors across the Hotel Lobby and Event Room, the works are vibrant examples of signature “aura” painting technique, each accompanied by an individual narrative which expresses the artist's ideals and strong spirituality. The opening ceremony was attended by well-known Balinese artist, Made Djirna, who delivered a welcoming speech as well as being presented an original painting from Rally. Ms T. Cilik Pamungkas, the event curator, delivered a speech acknowledging Rally’s dedication as an artist and aura painter. Citra Anindyto “Rally” with her aura painting titled “Winner” Photo: Hannah Brigitta Rally began painting people's auras in 2007 after being ...

Citra Anindyto “Rally” melakukan debutnya di Bali dengan Good Karma

Pameran tunggal Citra Anindyto “Rally”: Good Karma Foto: Hannah Brigitta Pada 24 Mei 2024, The Hava Ubud menjadi tuan rumah dari pembukaan pameran tunggal ke-4 dari sang seniman, Rally. Lahir di Yogya dan kini tinggal dan bekerja di Bali, Citra Anindyto yang akrab disapa “Rally” menampilkan 23 karya dalam pameran yang bertajuk “Karma Baik”. Dipamerkan di 2 lantai di Lobi Hotel dan Ruang Acara, karya-karya tersebut merupakan contoh nyata dari teknik melukis “aura” yang khas, masing-masing disertai dengan narasi individual yang mengekspresikan cita-cita dan spiritualitas yang kuat dari sang seniman. Pembukaan acara ini dihadiri oleh seniman ternama Bali, Made Djirna, yang memberikan sambutan sekaligus dipersembahkan lukisan orisinal dari Rally. T. Cilik Pamungkas, kurator acara, menyampaikan pidato pengakuan atas dedikasi Rally sebagai seniman dan pelukis aura. Citra Anindyto “Rally” dengan lukisan auranya yang berjudul “Winner” Foto: Hannah Brigitta Rally mulai melukis aura-aura orang p...

Balinese Art Styles: A Thousand Years of Creative Expression

The island of Bali, nestled in the Indonesian archipelago, is renowned not only for its stunning beaches and vibrant culture but also for its rich artistic heritage. Balinese art is a dynamic and ever-evolving tapestry that has captivated the world with its unique styles, expressive forms, and deep cultural significance. Over a thousand years of history, Balinese artists have developed an array of distinct art styles, each bearing the imprints of tradition, spirituality, and innovation. In this exploration of Balinese art styles, we delve into the evolution, characteristics, and significance of these remarkable creative traditions. Kamasan painting is a classical style originating from the village of Kamasan, known for its narrative depictions of Hindu epics and local folklore. These paintings are characterized by their use of natural pigments and intricate, stylized figures. Balinese sculpture is another prominent art form, with artisans expertly crafting intricate stone and wood c...